
Sekedar sharing, berikut salah satu bahasannya dengan judul: Cara Membaca Bacaan Shalat
Cara Membaca Bacaan Shalat
Abdullah bin Sakhbarah (seorang tabi'in) mengatakan, "Aku bertanya kepada Khabbab, 'Apakah Rasulullah SAW. membaca surat setelah al-Fatihah pada rakaat pertama shalat Zhuhur dan Ashar?' Ia menjawab, 'Ya.' Aku bertanya lagi, 'Bagaimana kalian mengetahui hal itu?' Ia menjawab, 'Terlihat dari guncangan (gerakan) janggutnya."(H.R. Al-Bukhari, al-Baihaqi dan yang lainnya)
Al-Hafizh al-Baihaqi dalam Sunan-nya mengatakan, "Hadis ini menjadi dalil bahwa kita harus menggerakkan lidah ketika membaca bacaan dalam shalat."
Menurut saya (Hasan bin Ali as-Saqqaf), orang yang janggutnya bergerak itu menunjukkan bahwa mulut dantulang rahangnya bergerak. Dan itu menunjukkan bahwa orang tersebut menggerakkan lidahnya dalam membaca bacaan Alquran atau bacaan (zikir) lainnya. Para sahabat biasa memperhatikan bacaan Nabi Muhammad SAW., khususnya yang berkenaan dengan shalat sirr (tidak dikeraskan), seperti Zhuhur dan Ashar. Dan ternyata beliau SAW. selalu menggerakkan lidahnya. Bacaan seseorang dalam shalat harus terdengar oleh dirinya sendiri, sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
Para imam dari mazhab yang empat berpendapat bahwa menggerakkan lidah dengan bacaan itu wajib. Menurut mereka, bacaan shalat itu tidak cukup dilintaskan dalam hati saja tanpa dilapalkan. Hal ini sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW. yang jelas sahihnya. Para imam dari empat mazhab menetapkan hal itu sesuai dengan kesimpulan hukum yang mereka dapatkan dari kebiasaan. Semoga Allah meridhoi mereka semua.
Sayyidina Abu Qotadah r.a. mengatakan, "Pada dua rakaat pertama dari shalat Zhuhur Rasulullah SAW. suka membaca al-Fatihah dan dua surah. Beliau SAW. memanjangkan baacaannya pada rakaat pertama dan memendekkan bacaannya pada rakaat kedua. Kadang-kadang beliau memperdengarkan bacaan tersebut. begitu pula pada shalat Ashar, beliau membaca surat al-Fatihah dan dua surat." (H.R. Al-Bukhari dan Imam Muslim) Menurut saya (Hasan bin Ali as-Saqqaf), jika Rasulullah SAW. tidak memperdengarkan bacaan terhadap dirinya pada shalat sirr, seerti shalat Zhuhur dan Ashar, pasti para sahabat r.a. tidak akan mengetahui bacaan Rasulullah SAW. itu. Hal itu menjadi dalil yang jelas bahwa dalam shalat sirr seseorang wajib memperdengarkan bacaan shalatnya terhadap diri sendiri.
Bahkan lebih jelas lagi, Rasulullah SAW. pernah bersbda kepada orang yang melakukan shalat dengan tidak baik, "kemudian bacalah apa yang mudah bagimu dari Alqur'an." Hadis ini menjadi dalil yang jelas atas wajibnya memperdengarkan (isma') bacaan shalat dalam shalat sirr terhadap diri sendiri.
Berkenaan dengan masalah ini, Imam al-Ghazali dalam al-Ihya' mengatakan bahwa al-qira'ah (membaca) itu semacam pencampuran suara dengan huruf-huruf, dan itu harus disertai dengan suara. Paling tidak, harus terdengar oleh diri sendiri. Jika tidak terdengar oleh diri sendiri maka tidak sah shalatnya.
Ar-Raghib dalam al-Mufradat mengatakan mengenai kata qara'a, "Al-qira'ah (membaca) ialah menggabungkan beberapa huruf dan kata secara tertib."
Sehubungan dengan itu, Imam asy-Syafi'i -semoga Allah merahmatinya- mengatakan dalam al-Umm bahwa bacaan harus terdengar oleh diri sendiri dan orang yang disampingnya, tidak boleh melebihi orang disampingnya yang paling dekat.
Al-Hafizh an-Nawawi -semoga Allah merahmatinya- dalam al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab mengatakan bahwa bacaan pelan-pelan paling minimal dapat terdengar oleh dirinya sendiri, jika ia sehat pendengarannya dan tidak ada penghalang padanya, baik suara gaduh atau yang lainnya. Semua ini bersifat umum dan berlaku; baik dalam bacaan Alqur'an ataupun takbir, tasbih dan yang lainnya. Begitu pula dalam tasyahud (tahiyyat), salam, dan do'a, baik yang wajib (rukun) maupun sunat.
Bacaan-bacaan tersebut tidak diakui kecuali terdengar oleh dirinya sendiri, jika pendengarannya sehat dan tidak ada penghalang. Jika pendengarannya tidak sehat atau ada suara gaduh misalnya, maka harus dikeraskan sedikit sehingga terdengar oleh dirinya. Demikian yang ditetapkan oleh Imam asy-Syafi'i -semoga Allah merahmatinya-. Para pengikitnya pun sepakat akan hal itu.
Menurut saya (Hasan bin Ali as-Saqqaf), meskipun bacaan harus terdengar oleh orang yang membacanya, namun tidak boleh sampai mengganggu orang lain. Jika kedua kepentingan itu bertubrukan maka harus didahulukan memperdengarkan bacaan terhadap pembacanya. Harus diketahui, jika seseorang yang melakukan shalat sibuk memikirkan (merenungkan) baik-baik apa yang dibacanya, maka ia tidak akan terganggu oleh bacaan orang lain. Dikutip oleh sebagian orang, bahkan katanya sabda Nabi SAW., "Pembaca (zikir shalat) diantara kalian tidak boleh mengganggu orang yang sedang shalat," tetapi hadis ini sebetulnya maudhu.
Ada sebuah hadis yang berbunyi "Tidak boleh sebagian kalian mengeraskan bacaan atas sebagian yang lain" (H.R. Imam Ahmad) hadis ini hasan karena ada penguatnya. Enurut hadis tersebut, seseorang yang sedang melakukan shalat tidak boleh mengeraskan bacaannya sehingga mengganggu orang lain. Tetapi itu berbeda dengan bacaan sirr yang harus terdengar oleh pembacanya sendiri.
Wallahu a'lam.
Semoga Bermanfaat.
Sumber: Shalat Seperti Nabi SAW.
Karya: Habib Hasan bin Ali as-Saqqaf
Penerbit: Pustaka Hidayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar